Peranan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Dalam Penyelesaian Perkara Persengketa Persaingan Usaha Di Indonesia Dan Australia
A. Latar Belakang
Era globalisasi saat ini mendorong pertumbuhan perekonomian
setiap Negara baik itu Negara maju maupun Negara berkembang. Perekonomian saat
ini Semakin meningkat dengan banyaknya jumlah pelaku usaha didalam pasar
membuat terjadinya dinamika persaingan usaha. Persaingan usaha memuat para
pelaku usaha akan melakukan hal-hal terbaik bagi konsumen agar mereka tidak
ditinggal oleh konsumen. Pelaku usaha akan berinovasi dalam persaingannya sebagai suatu upaya untuk
meningkatkan penjualan dan menjaga eksistensi dalam persaiangan atau bertahan
hidup dalam pasar. Persaingan usaha tersebut bertujuan untuk terciptanya suatu
struktur pasar persaingan sempurna. Struktur pasar dalam hal ini adalah suatu
keadaan yang memberikan petunjuk tentang aspek-aspe yang memiliki pengaruh
penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerha pasar, antara lain jumlah
penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, system
distribusi, dan penguasaan pangsa pasar. [1]
Pada kenyataannya para pelaku usaha tersebut ternyata tidak
begitu menyukai adanya persaingan usaha. Mereka menghindari adanya bpersaiangan
usaha dengan tujuan agar perusahaan mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya. Padahal persaiangan usaha merupakan suatu salah satu upaya
yang mampu mensejahterahkan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh berikut :
1. Masyarakat
akan mendapatkan harga yang murah. Masyarakat dapat melakukan suatu pilihan.
2. Masyarakat
akan mendapatkan kualitas barang yang tinggi. Sehingga masyarakat tidak akan
dirugikan dengan membeli atau memakai suatu produk.
3. Adanya
adaptasi teknologi.
Memperhatikan
persaingan antar pelaku usaha yang bertambah ketat dan tidak sempurna (imperfect competition), maka nilai-nilai
persaingan usaha yang sehat perlu mendapat perhatian lebih besar dalam sistem
ekonomi Indonesia.[2] Perlu adanya kebijakan persaingan yang berupa
tindakan pemerintah yang secara langsung berpengaruh terhadap perilaku pelaku
usaha dan struktur industri. Definisi Kebijakan Persaingan Usaha disamping
melingkupi Hukum Persaingan Usaha, juga melingkupi perihal deregulasi, foreign
direct investment, serta kebijakan lain yang ditujukan untuk mendukung persaingan
usaha seperti pengurangan pembatasan kuantifikasi impor dan juga melingkupi
aspek kepemilikan intelektual (intellectual property). Sehingga apabila
di dalam laporan ini digunakan istilah “Kebijakan Persaingan Usaha” maka
berarti termasuk
pula di dalamnya “Hukum Persaingan Usaha”.[3]Kebijakan
persaingan ini terdiri atas berikut :
1. Kebijakan
ekonomi yang diambil oleh pemerintah yang dapat meningkatkan persaingan di
tingkat pasar local dan nasional.
2. Hukum
persaingan usaha yang diciptakan untuk menghentikan praktek bisnis yang anti
persaingan.
Tujuan
dari kebijakan persaingan ini adalah :
1. Memaksimalkan
total surplus.
2. Memaksimalkan
surplus konsumen.
3. Melindungi,
menjaga proses bersaing.[4]
Penegakan
hukum persaingan merupakan instrumen ekonomi yang sering digunakan untuk
memastikan bahwa persaingan antar pelaku usaha berlangsung dengan sehat dan
hasilnya dapat terukur berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat.[5]
Maka diperlukan hukum dalam persaiangan usaha yang dikarenakan sebagai berikut
:
1. Persaingan
perlu adanya aturan main karena kadang-kadang tidak selamanya mekanisme pasar
dapat bekerja dengan baik yang memungkinkan terjadinya market failure. Adanya informasi asimetris dan monopoli.[6]
2. Dalam
pasar tersebut terdapat usaha-usaha dari pelaku usaha untuk menghindari atau
menghilangkan terjadinya persaingan diantara mereka.
3. Berkurangnya
atau hilangnya persaingan memungkinkan pelaku usaha memperoleh laba yang jauh
lebih besar.[7]
Fungsi dari penegakan hukum bertujuan untuk
menghambat persaingan berupa perilaku pelaku bisnis yang tidak sehat. Sementara
proses pemberian saran pertimbangan kepada pemerintah an mendorong proses
reformasi regulasi menuju tercapainya kebijakan persaingan yang efektif di
seluruh sector ekonomi. Namun pada kenyataanya kerapkalai ditemukan dalam
proses penegakan hukum maupun dalam analisis kebijakan pemerintah ditemukan
bahwa kebijakan menjadi sumber dari lahirnya berbagai praktek persaingan usaha
ynag tidak sehat di beberapa sektor.[8]
Perundang-undangan yang kemudian memberikan perlindungan hukum bagi
terselenggaranya proses persaiangan yang sehat terdiri atas berikut :
1. Pada
tahun 1914 Clyton Act yang memperkuat
Sherman Act[9].
2. Pada
tahun 1936 Robinson-Patman Act.
3. Pada
tahun 1938 Wheeler-Lea Act.
4. Pada
tahun 1950 Celler-Keyfauver Antimerger Act.
Indonesia dalam hal sebelum menerbitkan Undang-undang
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
sehat yang mana dalam undang-undang ini merupakan suatu peraturan yang bersifat
khusus baik menyangkut hukum materiil maupun formil yang berkaitan dengan hukum
persaingan usaha. Dalam undang-undang ini diatur tentang tata cara penanganan
perkara dan menciptakan proses acara baru dalam peradilan di Indonesia yakni
dibidang persaingan usaha. Hal formil dalam penyelesaian perkara di Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha ( KPPU) serta memberikan kewenangan kepada KPPU
untuk melakukan pemerikasaan, penuntutan, konsultasi, mengadili dan memutus
perkara. Konsep kewenangan tribulna yakni KPPU memegang peran sebagai
investigator,penyidik, pemeriksa, penuntut, dan pemutus.[10]
Dengan kedudukan KPPU sebagai lembaga Extra auxiliary organs yang
diberikan kewenangan untuk memutus suatu perkara persaingan usaha, maka dalam
memutuskan suatu sengketa persaingan usaha KPPU juga harus memperhatikan asas
keseimbangan kepentingan. Asas keseimbangan kepentingan merupakan salah satu
elemen penting yang harus diterapkan dalam menyelesaikan perkara persaingan
usaha oleh KPPU.[11]
Autralia yang dalam hal ini menganut Sherman Act
sebagai dasar mengatur persaingan usaha. Pada tahun 1906 membuat undang-undang
yang dosebut dengan The Australian
Industries Preservation Act ( AIPA). Pada tahun 1965 The Australian Industries Preservation Act digantikan dengan Restrictive Trade Practise Act. Pada
tahun 1974 berlaku Trade Pratice Act.
Setelah itu dilakukan amandemen undang-undang dan dibuatlah suatu lembaga yang
diberi kewenangan untuk mengawasi dan melindungi prilaku anti persaingan Australian Competition and Consumer
Commission (ACCC).[12]
Berdasarkan latar belakang inilah akan membandingkan peranan komisi persaingan
usaha di Negara indonesia dan Australia dalam penyeselesaian perkara persaingan
usaha.
B. Analisis
Perkembangan
persaiangan usaha tidak hanya berada didalam Negara-negara maju namun Negara
berkembang seperti indonesia pun tak luput dengan persaiangan usaha dengan
segala dinamika persainga, yang tidak menutup kemungkinan dapat terjadinya
permasalahan antar pelaku usaha, pelaku usaha dengan pembeli. Pada akhirnya
dibutuhkan adanya suatu hukum yang mampu memberikan kepastian hukum dan dapat
menyelesaikan sengketa persaiangan usaha tersebut. Berdasarkan pasal 30 Undang-undang
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat yang yang menjadikan KPPU sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan
undang-undang ini yang bertanggung jawab kepada presiden.[13]
Pemberian pertanggung jawaban kepada presiden menunjukkan bahwa KPPU berfungsi
sebagai lembaga Negara bantu yang ditegaskan didalam pasal 1 ayat (2) Keppres
No.75 Tahun 1999. Selain itu KPPU merupakan lembaga independen yang dalam
tugasnya terbebas dari pengarus kekuasaan pemerintahan.[14]
KPPU dalam hal ini bukan satu-satunya lembaga yang menangani sengketa
persaingan usaha.
Proses penanganan perkara persaingan usaha
berdasarkan UU No.5 Tahun 1999 sebahagian berada dalam lingkup kewenangan penuh
dari KPPU dan sebahagian lagi berada di luar lingkup kewenangan KPPU. Proses
penanganan perkara yang berada sepenuhnya berada dalam lingkup kewenangan KPPU
terdiri dari :
- Tindak lanjut pelaporan Dalam hal ini UU tidak menyebutkan secara jelas bagaimana tindakan konkrit dari tindak lanjut laporan tersebut, akan tetapi dalam Pasal 38 ayat (4) diberikan wewenang kepada KPPU untuk mengatur lebih lanjut ketentuan pelaporan.
- Pemeriksaan pendahuluan atas Laporan masyarakat baik yang tidak dirugikan secara langsung maupun laporan pelaku usaha yang dirugikan dan pemeriksaan atas inisiatif KPPU tanpa adanya laporan masyarakat.
- Pemeriksaan Lanjutan.
- Membuat Putusan.
Sedangkan
proses penanganan perkara yang berada diluar lingkup adalah kewenangan penuh
KPPU adalah :
- Pemeriksaan upaya hukum keberatan;
- Kasasi; dan
- Eksekusi putusan.[15]
Tahapan
pelaporan yang mana pihak pelapor terbagi menjadi dua yaitu :
- Setiap orang yang mengetahui elah terjadi atau patut diduga telag terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang No.5 Tahun 1999.
- Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang No. 5 Tahun 1999.
Berdasarkan
pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) maka bentuk dan syarat pelaporan adalah :
- Laporan diajukan kepada KPPU secara tertulis dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran; dan
- Menyertakan identitas pelapor.
Ketentuan
tentang syarata laporan dipertegas dalam pasal 11 Perkom No.1 Tahun 2010.
Laporan berdasarkan pasal 11 ayat (1) Perkom No.1 Tahun 2010 yaitu tentang
kewajiban setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah
terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang, tidak dapat dicabut kembali. Khusus
bagi pelapor yang meminta ganti rugi tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa
laporan tersebut tidak dapat dicabut kembali.[16]
Dalam hal tahap pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU
terdiri atas dua tahap, yaitu:
a) Pemeriksaan
pendahaluan, yang terdiri atas berikut :
1. Pemeriksaan
atas dasar inisiatif KPPU sendiri yang tidak didasarkan pada laporan dari para
pihak yang merasa dirugikan dengan membentuk Majelis Komisi untuk melakukan
pemerikasaan terhadap pelaku usaha dan saksi-saki. Yang kemudian dengan surat
penetapan menetapkan dimulainya pemeriksaan pendahuluan pemeriksaan pendahuluan
untuk mendapatkan pengakuan terlapor berkaitan dengan dugaan pelanggaran yang
dituduhkan dan/atau mendapatkan bukti awal yang cukup untuk dilakukan
pemeriksaan lanjutan. Adanya tahapan klarifikasi dan penelitian dalam proses
hukum acara perdata ini dilakukan oleh kesekretariatan dengan tujuan
mendapatkan kejelasan dan kelengkapan dari laporan, serta klarifikasi data ke
pelapor dan sumber-sumber yang lainnya. Hasil laporan akan dituangkan dalam
resume laporan dugaan pelanggaran. Apabila belum memenuhi syarata makan
dikembalikan lam 10 hari sejak diterima
laporan, maka laporan tersebut dinyatakan tidak lengkap dan penangannya
dihentikan dan pelapor pun mengajukan laporan baru apabila menemukan bukti baru
yang lengkap. Waktu yang diberikan untuk melakukan klarifikasi dan penelitian
adalah 60 hari dan dapat diperpanjang 30 hari.[17]
Kemudian Penyelidikan diartikan sebagai
tindakan yang dipergunakan terhadap setiap kegiatan yang dilakukan oleh komisi
sebelum memberikan putusannya terhadap dugaan telah terjadi suatu pelanggaran
terhadap undang-undang antimonopoly. Investigator untuk melakukan Penyelidikan
terhadap hasil klarifikasi, laporan hasil kajian perkara inisiatif, laporan
hasil penelitian perkara inisiatif, dan laporan hasil pengawasan perkara
inisiatif sebagaimana yang diatur Pasal 29 Pekom No. 1 Tahun 2010.[18]
2. Pemeriksaan
atas dasar laporan yang dilakukan oleh KPPU karena adanya laporan yang
disampaikan baik karena laporan masyrakat maupun dari pelaku usaha ang dirugikan
oleh tindakan pelaku usaha yang dilaporkan.
b) Pemerisaan
lanjutan ini berdasarkan Peraturan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha No. 1
Tahun 2010, hal ini dilakukan untuk menemukan ada tidaknya bukti pelanggaran
yang dituduhkan kepada terlapor, maka tim pemeriksa akan melakukan serangkaian
kegiatan berupa :
a. Memeriksa
dan meminta keterangan terlapor;
b. Memeriksa
dan meminta keterangan dari saksi, saksi ahli dan instansi pemerintah;
c. Meminta
mendapatkan dan menilai surat, dokumen atau alat bukti lain;
d. Melakukan
penyelidikan terhadap kegiatan terlapor atau pihak lain terkait dengan dugaan
pelanggaran.
c) Sidang
majelis komisi untuk menilai dan menyimpulkan dan memutus perkara berdasarkan
bukti yang cukup tentang telah atau tidak terjadinya pelanggaran.
d) Putusan
komisi yang ditentukan dalam pasal 43 ayat (3) dan (4) undang-undang No. 5
Tahun 1999. Dalam penetapan putusan, KPPU berwenang menjatuhkan sanksi kepad
pihak yang bersalah berupa tindakan admisnitratof tehadap pelaku usaha yang
melanggar undang-undang anti monopoli. Berdasarkan pasal 2 Perkom No.4 Tahun
2009 tentang Pedoman Tindakan Administratif sesuai ketentuan pasal 47
Undang-undang No. 5 Tahun 1999. Namun pada praktiknya KPPU sering kali
mendasarkan penentuan besaran denda pada konsep yang tidak jelas dan bahkan
mengabaikan ketentuan yang dibuatnya sendiri.
e) Eksekusi
putusan yang dilakukan dengan dua cara, yaitu :
- Eksekusi secara sukarela
- Eksekusi secara paksa yang dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. KPPU
meminta penetapan eksekusi terhadap pengadilan negeri;
b. KPPU menyerahkan putusan tersebut untuk dilakukan
penyidikan.
Dalam
praktik, pelaksanaan eksekusi ini mengalami hambatan sehingga berdasarkan pasal
68 ayat (2) Perkom No. 1 Tahun 2010 yang mana KPPU dapat melakukan langkah
selai mengajukan permintaan penetapan eksekusi dengan komunikasi persuasive
dengan pelaku usaha. Pelaksaannya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
menerima pemberitahuan putusan. Namun berbeda dengan pasal 66 ayat (1) Perkom
No. 1 Tahun 2010 yang mana terlapor wajib melakukan putusan komisi dan
menyampaikan laporan pelaksanannya kepada komisi paling lama 30 ( tiga
puluh)hari setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan keberatan. Hal ini
menimbulkan ketidak hamonisan pengaturan antara Pekom NO. 1 Tahun 2010 dengan
Undang-undang No. 5 Tahun 1999 yang menimbulakn ketidakpastian hukum.[19]
KPPU dalam
penangan perkara diatur cukup rinci dalam Bab VII tentang tata cara penanganan
perkara. Dalam permeriksaan, KPPU menilai alat-alat bukti yang menurut Pasal 42
Undang-undnag No.5 Tahun 1999 dapat terdiri atas :
1. Keterangan
saksi;
2. Keterangan
ahli;
3. Surat
atau dokumen;
4. Petunjuk;dan
5. Keterangan
pelaku usaha.
Proses pembuktian dalam pemeriksaan tidak
ubahnya seperti pembuktian dalam proses peradilan pada umumnya.[20]
KPPU disebut sebagai lembaga quasi-peradilan dalam arti memiliki kewenangan
campur-sari antara fungsi administrasi atau eksekutif, fungsi regulasi atau
legislative, dan fungsi mengadili atau yudikatif. Kadang-kadang campuran 2
fungsi dan kadang-kadang ada juga yang campuran 3 fungsi.[21] disebabkan karena sengketa persaingan usaha ini
mengacu pula pada KUHPerdata, KUHPidana, dan administrasi Negara. Pasal 45
undang-undang No.5 Tahun 1999 juga menunjuk pengadilan negeri dan mahkamah
agung sebagai lembaga yang berwenang menanangi persaingan usaha. Dalam hal KPPU
melakukan pemeriksaan, pihak yang diperiksa dalam Undang-undang No. 5 Tahun
1999 diwajibkan untuk menyerahlkan alat bukti. Namun apabila pihak tersebut
menolak untuk menyerahkan alat bukti, KPPU tidak memiliki upaya paksa untuk mendapatkan
alat bukti. Dalam hal ini maka KPPU membutuhkan bantuan penyidik untuk
mendapatkan alat bukti. Selain itu didasarkan pada undang-undang No. 5 bagi
pelaku usaha yang ingin melakukan upaya hukum keberatan dapat mengajukan ke
pengadilan negeri dan untuk upaya hukum kasasi dapat diajukan ke Mahkamah Agung
yang putusannya bersifat final dan tidak dapat diajukan upaya hukum apapun.[22]
Permasalahan
mengenai upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU yang dapat diajukan oleh
pelaku usaha yang melanggar Undang-undang No. 5 Tahun 1999 ternyata tidak
diatur lebih lanjut di dalam undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang penafsiran
dari upaya hukum keberatan maupun hukum acara yang akan dipakai sebagai acauan
dalam pemeriksaanya. Minimnya tentang pengaturan upaya hukum keberatan ini
menyulitkan Pengadilan Negeri sebagai lembaga yang berwenang memeriksa perkara
tersebut. Hal ini dikarenakan upaya hukum keberatan belum pernah dikenal dalam
prakterk hukum acara perdata di Indonesia apalagi denga limitative waktu pemeriksaan
yang cukup singkat. Begitu pula absennya pedoman teknis yang akan digunakan
dalam memeriksa upaya keberatan menimbulkan penafsiran yang beda-beda.[23]
Berbeda
dengan Negara Austarlia yang mana dalam hal ini kelembagaan pengawas persaingan
usaha disebut dengan (ACCC) The Australian Competition and Consumer Commission. The Australian Competition
and Consumer Commission ( ACCC ) adalah Commonwealth otoritas hukum independen yang
berperan untuk menegakkan Persaingan dan Konsumen Act 2010 dan berbagai peraturan
tambahan, kompetisi mempromosikan, perdagangan yang adil dan mengatur
infrastruktur nasional untuk kepentingan semua warga Australia. ACCC juga menyediakan peran semi-
yudisial, memiliki kekuasaan untuk memberikan ' otorisasi’ perilaku yang dinyatakan akan
melanggar Bagian IV (selain untuk merger di mana ia memainkan peran penasehat) atas
dasar kepentingan publik (banding tersedia bagi Australia kompetisi Tribunal (
ACT ) ). Ia juga memiliki kekuatan untuk mencabut pemberitahuan yang dibuat
sehubungan berurusan eksklusif atau tawar-menawar kolektif, sekali lagi atas
dasar kepentingan publik ( banding tersedia untuk ACT ). ACCC juga memiliki peran dalam
kaitannya dengan rezim akses, khususnya, ia terlibat dalam arbitrase disputres
akses, registratin kontrak akses dan dapat menilai dan menerima usaha dari
penyedia jasa decleared. Lebih umum ACCC memiliki
fungsi menyebarkan informasi tentang CCA, termasuk pemberian pedoman, dan
memiliki peran penelitian dan pelaporan.[24] ACCC adalah suatu otorita independen yang didirikan pada tahun 1995 untuk
mengelola Trade Practices Act 1974 ( berganti nama menjadi Persaingan dan
Konsumen Act 2010 pada tanggal 1 Januari 2011) dan tindakan lainnya . Kami
memiliki Ketua , Wakil Ketua, dan Anggota Komisaris .[25] ACCC melibatkan partisipasi Commonwealth,
pemerintah negara bagian dan teritori. The
Australian Competition and Consumer Commission ( ACCC ) dibentuk pada tanggal
6 November 1995 oleh penggabungan Praktek Komisi Perdagangan dan Harga
Surveillance : Otoritas. Pembentukannya merupakan langkah penting dalam pelaksanaan program
reformasi kebijakan persaingan nasional disepakati oleh Dewan Pemerintahan
Australia. The Australian Competition
and Consumer Commission ini terdiri atas :
1. Komisi
memiliki tiga fungsi harga yaitu harga yang diusulkan naik dari setiap organisasi bisnis
ditempatkan di bawah pengawasan harga,
untuk
mengadakan penyelidikan atas praktek-praktek harga dan hal-hal terkait dan
melaporkan temuan kepada Menteri ,dan untuk memantau harga , biaya
dan keuntungan suatu industri atau bisnis dan melaporkan hasilnya kepada
Menteri.[26] Berdasarkan pasal 155, maka
Komisi juga mempunyai kewenangan yang besar dalam upaya mendapatkan informasi,
dokumen dan bukti sehubungan adanya dugaan pelanggaran termasuk memerintahkan
seseorang untuk memberikan bukti atau dokumen yang dibutuhkan. Staf komisi
dapat memasuki area, memeriksa dokumen, membuat kopi atau mencatatnya. Seluruh
informasi yang didapat oleh komisi dalam proses pemeriksaannya tidak dapat
disalah gunakan untuk menyerang pihak yang diperiksa dan tidak dapat dijadikan
barang bukti untuk menyerang kedudukan pihak tersebut. Terdapat ketentuan
dimana komisi dilarang mendapatkan materi pemeriksaan dengan cara yang tidak
adil dan pihak yang diperiksa juga berhak mendapatkan seluruh salinan yang
didapatkan oleh komisi dalam proses tersebut.[27]
2. Komisaris;
3. Para
anggota Associate ACCC;
4. Para
anggota Ex-officio yang tanggung jawab utamanya untuk mengatur jaringan dan franchise harga, memonitor
dan menegakkan standar pelayanan dan kinerja supply, dan mempromosikan perilaku
kompetitif di pasar.[28]
Ada beberapa bentuk perilaku yang sangat merugikan
kesejahteraan konsumen dan proses yang kompetitif bahwa ACCC akan selalu menilai mereka sebagai prioritas . Ini termasuk kartel perilaku dan
perjanjian anti - kompetitif, dan penyalahgunaan kekuatan pasar . ACCC juga
akan selalu mengutamakan penilaian masalah keamanan produk yang memiliki
potensi untuk menyebabkan kerusakan serius pada konsumen . Ketika ACCC memutuskan untuk tidak melanjutkan tindakan penegakan hukum
dalam kaitannya dengan keluhan yang diterimanya maka tindakan
yang akan dilakukan oleh ACCC adalah :
1. Memberikan informasi kepada
para pihak untuk membantu mereka mengatasi masalah dan mendapatkan pemahaman
yang lebih baik dari Undang-Undang bahkan di mana suatu pelanggaran kemungkinan
Undang-undang tersebut tidak mungkin.
2. Menunda atau menghentikan
penyelidikan di mana informasi tidak cukup tersedia, dengan maksud untuk penyelidikan kemudian harus berisikan informasi selanjutnya lebih memenuhi
atau tersedia.
3. Menggambarkan pertentangan pihak terkait dan memberikan informasi untuk mendorong
perbaikan dan masa depan kepatuhan mana bertentangan yang mungkin muncul
disengaja, dari merugikan terbatas pada konsumen dan keuntungan terbatas pada
usaha yang bersangkutan.
4. Menempatkan pihak-pihak terkait
pada pemberitahuan tentang keprihatinan ACCC dan kemungkinan penelitian lebih
lanjut dan tindakan harus dilkukan terus atau kembali muncul.
5. Menangani masalah ini secara
informal di mana bisnis telah cepat dan efektif mengoreksi suatu pelanggaran
mungkin dan telah menerapkan langkah-langkah untuk mencegah terulangnya.[29]
Untuk mencapai tujuan kepatuhan ACCC mempekerjakan tiga strategi yang
fleksibel dan terintegrasi dengan penegakan hukum,
termasuk resolusi kemungkinan contraventions
baik secara administratif dan dengan litigasi. Mendorong kepatuhan terhadap hukum dengan mendidik dan menginformasikan
konsumen dan bisnis tentang hak-hak dan tanggung jawab mereka berdasarkan
Undang-Undang bekerja sama dengan instansi lain untuk menerapkan strategi ini. ACCC mungkin
mengenali kerjasama dengan :
1. Memungkinkan kekebalan lengkap atau sebagian dari tindakan ACCC.
2. Membuat pengajuan ke pengadilan untuk pengurangan hukuman.
3. Menyetujui penyelesaian administratif bukan litigasi.
Kebijakan ini bersifat fleksibel, dengan ACCC menentukan setiap kasus pada
manfaatnya. Informasi lebih lanjut mengenai kebijakan kerjasama ACCC untuk
urusan penegakan tersedia di situs ACCC. Kebijakan imunitas bagi
kartel. ACCC juga memiliki
kebijakan kekebalan dirancang untuk mendorong diri pelaporan keterlibatan
kartel. Kebijakan kekebalan menganugerahkan kekebalan dari tindakan ACCC untuk
pertama yang memenuhi syarat kartel peserta untuk melaporkan keterlibatan dalam
kartel. Imunitas disediakan tunduk pada kondisi tertentu terpenuhi, termasuk
penuh, pengungkapan jujur dan jujur dan kerjasama dilanjutkan dengan investigasi ACCC dan setiap proses hukum
selanjutnya terhadap peserta lain. Informasi lebih lanjut mengenai kebijakan
Imunitas ACCC untuk kartel tersedia di situs ACCC. Hasil Kepatuhan dan
penegakan yang mana ACCC menggunakan
berbagai alat kepatuhan dan penegakan hukum untuk mendorong kepatuhan dengan Undang-undang. Dalam menentukan kepatuhan atau alat penegakan ( atau kombinasi dari alat
tersebut ) untuk digunakan, prioritas pertama ACCC adalah selalu untuk mencapai
hasil yang terbaik bagi masyarakat.[30]
ACCC dalam menyelesaikan sengketa
persaingan usaha akan melanjutkan ke jalan litigasi sebagai berikut :
1.
Membuat pernyataan bahwa
perusahaan atau individu telah melanggar Undang-Undang.
2.
Membuat perintah
penahanan perilaku saat ini atau masa depan, atau membutuhkan responden untuk
mengambil tindakan tertentu. Membutuhkan responden untuk menerbitkan pemberitahuan tentang perilaku mereka
dan iklan korektif , dan untuk mengungkapkan informasi yang relevan kepada
orang lain ( misalnya, untuk pelanggan mereka ).
3.
Membuat temuan fakta
yang menunjukkan contraventions Undang-Undang sehingga kerusakan
dapat ditemukan oleh konsumen dan bisnis yang terkena dampak perilaku.
4.
Membuat perintah untuk
mencapai keuangan ganti rugi bagi konsumen atau bisnis dirugikan oleh perilaku.
5.
Membuat berbagai
perintah non-hukuman, termasuk pelayanan masyarakat atau perintah percobaan (
yang dapat mencakup perintah untuk melaksanakan kepatuhan atau program
pendidikan dan pelatihan ).
6.
Memaksakan sanksi denda
yang signifikan atas pelanggaran perlindungan konsumen atau praktik perdagangan
yang membatasi ketentuan ( ACCC lebih mungkin untuk mencari sanksi denda dalam
hal-hal yang mengakibatkan kerugian konsumen yang signifikan , melibatkan
perilaku kasar atau di mana pedagang atau individu yang bersangkutan memiliki
riwayat perilaku masa lalu ) orang memvonis ditemukan telah melanggar
berbagai ketentuan pelanggaran dalam Undang-Undang, dan/atau memaksakan hukuman penjara bagi perilaku kartel yang serius.[31]
Dalam
menangani sengketa persaingan usaha ACCC pun dibantu dan bekerja sama dengan
instansi lain seperti Ombudsman. Beberapa masalah
bisnis lebih efektif ditangani di bawah berbagai layanan mediasi yang
disediakan oleh pemerintah negara bagian dan federal yang berbeda. Dimana hal
ini terjadi, ACCC akan merujuk pengadu ke lembaga yang tepat atau jasa mediasi.
Proses
pengambilan keputusan yang mana para anggota ACCC
secara kolektif. Anggota mungkin harus memperhitungkan suatu
pengambilan keputusan ke parlemen ( atau salah satu dari komite), auditor,
Ombudsman dan pengadilan. Pada dasarnya pengambilan keputusan dengan syarat
sesuai dengan Adminitrative Decisions
(Judicial Review) Act 1977 sebagai beriku:
1.
Setiap keputusan harus dalam lingkup
kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang.
2.
Prosedur untuk mencapa keputusan harus
memenuhi standar dasar keadilan, yang kemungkinan semua pihak menyampaikan
kasus mereka, dan juga harus mematui syarat-syarat khusus yang ditetapkan oleh
undang-undang.
3.
Setiap keputusan harus dibuat manfaat dari
kasus dengan pengambilan keputusan objektif dan bertindak dengan itikad baik.
4.
Kesimpulan harus mencerminkan pemahaman hukum
yang tepat untuk menggambarkan pada semua bukti dan temuan fakta,
mempertimbangkan semua pertimbangan yang relevan dan tidak mempertimbangkan
pertimbangan yang tidak relevan[32]
Adanya
permasalah penegakkan hukum persaiangan usaha dari sudut private atau public di
Australia. Ketegangan tindakan penegakan hukum public dan privat dengan ACCC.
Tujuan dari penegakkan hukum public dan privat tidak selalu selaras, dan dalam
beberapa kasus pilihan kebijakan atau keputusan alokasi sumber daya oleh ACCC
tidak terlalu aktif berperan untuk memfasilitasi penegakkan hukum privat, atau
bahkan dapat merusak litigasi dari penggugat.[33]
Pertemuan
komisi secara teratur, biasanya mingguan,
untuk membuat keputusan tentang hal-hal yang diselidiki oleh ACCC. Pertemuan
biasanya dipimpin oleh Ketua dan harus menyertakan setidaknya dua anggota
penuh-waktu. Matters termasuk merger, otorisasi dan pemberitahuan, apakah akan
memulai proses pengadilan, dan keputusan tentang akses ke fasilitas
infrastruktur. Komite Penegakan
bertemu setiap minggu dan mengawasi program penegakan hukum. Rekomendasinya
disebut Komisi untuk keputusan. Komite Merger bertemu setiap minggu dan menganggap hal yang paling merger .
Hal ini mengacu hal utama kepada Komisi dan laporan untuk itu pada orang lain. Komite Komunikasi memenuhi sesuai kebutuhan dan mengawasi fungsi pada
telekomunikasi, termasuk hal-hal yang timbul di bawah Bagian XIB dan XIC dari
Persaingan dan Konsumen Undang-Undang (sebelumnya Trade Practices Act ) dan
otorisasi. Ini berkoordinasi dengan Komite Penegakan. Akses Diatur dan
Komite Pemantau Harga bertemu yang diperlukan dan mengawasi akses dan isu-isu
pemantauan harga. Komite Ajudikasi bertemu
setiap minggu dan menganggap otorisasi dan pemberitahuan, dan laporan ke Komisi
penuh. Beberapa keputusan yang berkaitan dengan hibah kekebalan dan arbitrasi
keputusan yang melibatkan akses ke fasilitas penting, dapat mengajukan banding
ke Pengadilan The Australian Competition. Selain itu, banyak keputusan ACCC itu juga ditinjau berdasarkan prinsip-prinsip
Persemakmuran hukum administrasi.[34]
Terhadap putusan KPPU yang dapat diajukan
keberatan ke Pengadilan Negeri, kemudia putusan tersebut dapat dimintakan
kasasi ke Mahkamah Agung. Di Australia, putusan ACCC dapat langsung dimintakan
banding ke The Australian Competition
Tribunal. Selain itu, keputusan ACCC dapat direview oleh Commonwealth
Administrative Law Principles. Apabila hasil penelitian dan penyelidikan
dapat disimpulkan bahwa memang ada indikasi pelanggaran, ACCC akan memutuskan
adanya pelanggaran dan memberitahukannya kepada pelaku usaha melalui surat.
Dalam surat tersebut disebutkan tindakan yang harus dilakukan oleh pelaku usaha
dan batas waktu harus dipenuhinya perintah tersebut. Jika pelaku usaha tidak
mengajukan banding ke The Australian
Competition tribunal dan tidak mengindahkan perintah tersebut, ACCC dapat
memulai proses litigasi di Federal Court
of Australia. Putusan dari Federal
Court of Australia ini dapat dimintakan banding ke Full Court of the Federal Court. Putusan dari Full Court of the Federal
Court dapat dimintakan kasasi ke High
Court of Australia.[35]
C. Kesimpulan
Perkembangan ekonomi semakin
meningkat yang memperlihatkan banyaknya pelaku usaha yang bermunculan. Tak
dapat dipungkiri bahwa ekonomi ini sangat berperan dalam kemajuan saat ini.
Dengan banyaknya pelaku usaha memberikan dampak positif untuk memberikan
kesejahteraan kepada masyarakat dan menciptakan struktur pasar sempurna. Namun
hal tersebut tidak selalu berjalan dengan sempurna karena dengan semakin banyak
pelaku usaha membuat pelaku usaha ini bekerja sama dan menciptakan suasana anti
persaingan yang dapat merugikan konsumen. Perlu adanya suatu hukum yang mampu
memberikan kepastian hukum atas kerugian yang terjadi baik itu pelaku usaha
dengan pelaku usaha, pelaku usaha dengan konsumen. Fungsi dari penegakan hukum
bertujuan untuk menghambat persaingan berupa perilaku pelaku bisnis yang tidak
sehat.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang
menyadari perlu adanya suatu lemabaga khusus yang dapat mengawasi persaingan
usaha. Lembaga tersebut tergolong dalam quasi-peradilan yang disebut dengan
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). Tahapan proses penyelesaian sengketa
dalam putusan KPPU diatur dalam Bab VII mulai dari Pasal 38 sampai dengan Pasal
46 yang terdiri atas berikut :
1. Adanya pemeriksaan pendahuluan.
Dalam pemeriksaan pendahuluan ini dapat terlaksana karena adanya laporan dari
pihak yang dirugikan (pelaku usaha atau konsumen). Adanya inisiatif dari KPPU
terkait adanya indikasi pelanggaran Undang-undang No. 5 Tahun 1999.
2. Pemeriksaan lanjutan. Diantara
pemeriksaan pendahuluan dengan pemeriksaan lanjutan terdapat penyidikan yang
didalamnya terdapat penelitian, klarifikasi terhadap sengketa persaingan usaha.
3. Pemeriksaan lanjutan.
4. Pembuatan putusan.
5. Pembacaan putusan. Setelah adanya
pembacaan putusan ini terdapat 2 (dua) kemungkinan. Pertama, adanya keberatan,
dengan keberatan ini maka dapat diajukan ke Pengadilan Negeri. Setelah adanya
upaya hukum keberatan kemungkinan terdapat 2 (dua) yaitu diterima putusannya
maka dapat langsung dilaksanakan, sedangkan jika tidak diterima maka dapat
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kedua, apabila tidak ada keberatan atas
pembacaan putusan maka KPPU meminta penetapan eksekusi ke Pengadilan Negeri.
Jika dilaksanakan maka sengketa selesai. Namun, apabila tidak dilaksanakan
dapat diserahkan kembali ke penyidik.
Australia merupakan Negara membuat
pengaturan tentang anti monopoli mengacu pada Scherman Act. Pada saat ini dikenal dengan The Australian Competition and Consumer
Commission (ACCC). The Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) adalah Commonwealth otoritas hukum independen yang berperan untuk
menegakkan Persaingan dan Konsumen Act 2010 dan berbagai peraturan tambahan, kompetisi
mempromosikan, perdagangan yang adil dan mengatur infrastruktur nasional untuk
kepentingan semua warga Australia. ACCC dapat melakukan penelitian,
penyelidikan dan memberikan panduan kepada pelaku usaha dan konsumen mengenai
hak dan kewajibannya dalam hukum persaingan. Dalam penyelesaian sengketa
persaingan usaha, ACCC akan melakukan penyelidikan terhadap sengketa tersebut
dan akan memutuskan penyelesaia sengketa dengan litigasi atau non-litigasi.
Dalam menyelesaikan sengketanya ACCC pun bekerja sama dengan instansi lain seperti
Ombudsman. Setelah itu melakukan pengambilan keputusan dan dapat diajukan
keberatan putusan ACCC dapat langsung dimintakan banding ke The Australian Competition Tribunal.
Selain itu, keputusan ACCC dapat direview
oleh Commonwealth Administrative Law
Principles. Apabila hasil penelitian dan penyelidikan dapat disimpulkan
bahwa memang ada indikasi pelanggaran, ACCC akan memutuskan adanya pelanggaran
dan memberitahukannya kepada pelaku usaha melalui surat. Dalam surat tersebut
disebutkan tindakan yang harus dilakukan oleh pelaku usaha dan batas waktu harus
dipenuhinya perintah tersebut. Jika pelaku usaha tidak mengajukan banding ke The Australian Competition tribunal dan
tidak mengindahkan perintah tersebut, ACCC dapat memulai proses litigasi di Federal Court of Australia. Putusan dari
Federal Court of Australia ini dapat
dimintakan banding ke Full Court of the
Federal Court. Putusan dari Full Court of the Federal Court dapat
dimintakan kasasi ke High Court of
Australia.
[1] Ditha Wiradiputra, “Hukum Persaingan Usaha: Suatu Pengantar”, Bahan Ajar Hukum Persaingan
Usaha, Fakulas Hukum Universitas Indonesia, 2011.
[2] Andi Fahmi Lubis, et al, ed,
Andi Fahmi Lubis, Ningrum Natasya Sirait, “
Hukum Persaingan Usaha Antara Teks Dan Konteks”, (Jakarta, ROV Creative
Media : 2009), hlm. Ix.
[3] Syamsul Maarif, B.C. Rikrik Rizkiyana,
“ Posisi Hukum Persaingan Usaha Dalam
Sistem Hukukm Nasional”, http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Flontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F20335106-T33044-Akira%2520Mairilia.pdf&ei=tchxUtWeF4T-rAf6goDAAg&usg=AFQjCNHEsqORecdLlAWtFtLE6-M2x1OpiA&bvm=bv.55819444,d.bmk
diunduh pukul 10: 30 WIB tanggal 31 Oktober 2013
[4] Ditha Wiradiputra, Op. Cit.
[5] Andi Fahmi Lubis, et al, ed, Andi Fahmi
Lubis, Ningrum Natasya Sirait, “ Hukum
Persaingan Usaha Antara Teks Dan Konteks”, (Jakarta, ROV Creative Media :
2009), hlm. Ix.
[6] Informasi asimetris adalah
bahwa antar pembeli dan penjual tidak mendapatkan informasi akan produk atau
jasa yang seimbang atau sama-sama lengkap dan terbuka.
Monopoli
adalah suatu struktur pasar yang hanya terdapat satu perusahaan didalam pasar yang
dapat menuntukan harga dimana tidak memiliki barang subsitusi yang mirip dan
tidak memungkinkan untuk masuknya pelaku usaha lain kedalam industri tersebut.
[7] Ditha Wiradiputra, Materi Perkuliahan Hukum
Persaingan Usaha, (Fakultas Hukum Universitas Indonesia ,2012)
[8] Akira Mairilia, “ Perbandingan Peranan Komisi Persaingan Usaha Di Amerika Serikat,
Australia, Perancis, Jepang Dan Indonesia Dalam Penyelesaian Perkara Persaingan
Usaha”, (Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2013), hlm. 5.
[9] Sherman Act adalah suatu undang-undang yang dihasilkan dari Kongres
Amerika yang memberikan perhatian terhadap pembatasan output yang bertujuan untuk meminimalkan dead weight loss karena market
power.
[10] Fikri Hamadhani, “ Upaya Keberatan Dan Pemeriksaan Tambahan Didalam Proses Penyelesaian
Perkara Persaingan Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ( Studi Kasus
Putusan Perkara Kartel Minyak Goreng Nomor 3/KPPU/2010/PN.JKT.PST)”, (
Skripsi Universitas Indonesia, Jakarta,2012), hlm.1.
[11] Richy Ardiansyah, “Analisis Yuridis Tentang
Penerapan Asas Keseimbangan Kepentingan Dalam Penyelesaian Perkara Persaingan
Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) (Studi Kasus Tentang Putusan
KPPU No 2/KPPU/-L/2005 Mengenai Kasus Antara PT Carrefour Indonesia Dan Pemasok
Barang)”,( Artikel Ilmiah
Universitas Brawijaya, 2013), hlm. 7. Diunduh pada http://hukum.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/01/Jurnal-Richy-Ardiansyah-0810113229.pdf
diunduh pukul 10: 32 WIB tanggal 31 Oktober 2013.
[12] Akira Mairilia, “ Perbandingan Peranan Komisi Persaingan Usaha
Di Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jepang Dan Indonesia Dalam
Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha”, (Tesis Magister Universitas
Indonesia, Jakarta, 2013), hlm. 10.
[13] Undang-undang No.5 Tahun 1999
[14] Hari Prasetyo, “ Analisis Kedudukan Dan Kewajiban Komisi Pengawas Persaingan Usaha(
KPPU) Sebagai Lembaga Negara Bantu Di Indonesia”,( Skripsi Universitas
Indonesia, 2012), hlm.50.
[15] Nigrum Natasya Sirait,
et.al,.ed, Sebastian Pompe, et.al,. “Ikhtisar
Ketentuan Persaingan Usaha”, (The Indonesia Netherlands National Legal
Reform Program, Jakarta,2010), hlm.227.
[16] Ibid, hlm. 273.
[17] Fikri Hamadhani, Op cit., Hlm. 47.
[18] Dewi Sri Hadrianingsih, “ Efektivitas Peraturan Komisi Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2010 Tentang
Tata Cara Penanganan Pekara”,( Skripsi Universitas Hasnuddin, 2013), hlm.
35. ttp://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6038/B111%2009%20311.pdf?sequence=1
diunduh pukul 11: 22 WIB tanggal 31
Oktober 2013.
[19] Akira Mairilia, Op.cit. hlm. 83.
[20] Jimly Asshiddiqie, “Fungsi Campuran KPPU Sebagai Lembaga Qausi-Peradilan”,
(Makalah), http://www.jimly.com/makalah/namafile/61/Makalah_KPPU_Koreksian.pdf diunduh pukul 8:25 WIB tanggal
31 oktober 2013.
[21] Jimly
Asshiddiqie, “ Pengadilan Khusus”, http://www.jimly.com/makalah/namafile/126/PENGADILAN_KHUSUS_02.pdf
diunduh pukul 10 : 40 WIB tanggal 31
Oktober 2013 .
[22] Fikri Hamadhani, Op. Cit.hlm. 36.
[23] Hikmawato Juwana, et.al., “ Peran Lembaga Peradilan Dalam Menangani
Perkara Persaingan Usaha”, http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2542/Peran%20Lembaga%20Peradilan%20Dalam%20Menangani%20Perkara%20Persaingan%20Usaha_Buku.pdf?sequence=1,
diunduh 10:36 WIB tanggal 31 Oktober 2013.
[24] http://www.australiancompetitionlaw.org/guidelines.html
diunduh tanggal 22 Oktober 2013.
[25] “
Decision Making Proses” , http://www.accc.gov.au/about-us/australian-competition-consumer-commission/decision-making-processes
diunduh pada tanggal 31 Oktober 2013.
[26] Ibid, “
Decision Making Proses” , http://www.accc.gov.au/about-us/australian-competition-consumer-commission/decision-making-processes
diunduh pada tanggal 31 Oktober 2013.
[27] Andi Fahmi Lubis, et al, ed,
Andi Fahmi Lubis, Ningrum Natasya Sirait, “
Hukum Persaingan Usaha Antara Teks Dan Konteks”, (Jakarta, ROV Creative
Media : 2009), hlm. 9.
[28] John Kain, et.al., “Australia's National Competition Policy:
Its Evolution and Operation”,( , E-Brief: Online Only issued Date June
2001; updated 03 June 2003), http://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parliamentary_Library/Publications_Archive/archive/ncpebrief diunduh pada tanggal 31 Oktober 2013.
[29] Op.cit, http://www.accc.gov.au/about-us/australian-competition-consumer-commission/decision-making-processes
diunduh pada tanggal 31 Oktober 2013.
[30] Op.cit., http://www.accc.gov.au/about-us/australian-competition-consumer-commission/decision-making-processes
diunduh pada tanggal 31 Oktober 2013.
[31] Ibid., http://www.accc.gov.au/about-us/australian-competition-consumer-commission/decision-making-processes
diunduh pada tanggal 31 Oktober 2013.
[32] Rod Sims, “
Code of Conduct For Commission Members And Associate Members”,( Australian
Competition and Consumer Commission, 2012) http://www.australiancompetitionlaw.org
diunduh pada tanggal 31 Oktober 2013.
[33] Caron Beaton Wells, Kathryn Tomasic, “
Private Enforcement Of Competition Law: Time For An Australian Debate”, (
Journal : Volume 35 (3)), hlm. 681. http://www.unswlawjournal.unsw.edu.au/sites/all/themes/unsw/images/Caron-Beaton-Wells-and-Kathryn-Tomasic.pdf
diunduh pada pukul 10:38 WIB tanggal 31 Oktober 2013.
[34] Op Cit., http://www.accc.gov.au/about-us/australian-competition-consumer-commission/decision-making-processes
diunduh pada tanggal 31 Oktober 2013.
[35] Akira Mairilia, Op.cit. hlm. 45.
Komentar
Posting Komentar