Penegakkan Peraturan Perundang –undangan dalam Analisis Mengenai Dampak lingkungan

Penegakkan Peraturan Perundang –undangan dalam Analisis Mengenai Dampak lingkungan
Lingkungan hidup merupakan salah satu sektor yang memerlukan perhatian penting disamping politik dan ekonomi. Hal ini menjadi penting dikarenakan dampak jangka pendek maupun dampak jangka panjang yang mempengaruhi seluruh lapisan bumi. Permasalahan ini merupakan suatu pertanggung jawaban bipartite  yang membutuhkan peran pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam mejalan suatu negara.  Serta berbagai lapisan masyarakat yang terdiri dari para pengusaha, perkumpulan masyarakat serta peran setiap pribadi insan manusia. Sehingga diperlukannya suatu pemahaman apa itu lingkungan serta bagaimana langkah konkrit yang perlukan untuk mengimplementasikan suatu aturan dan norma yang ada dimasyarakat. Pemerintah sebagai super power memiliki peran yang strategis dalam menghadapi segala permasalahan terkait dengan lingkungan hidup. Yang mana permasalahan lingkungan ini mempunyai benang merah dengan pencapaian mutu kesehatan. Sehingga pemerintah dapat memiliki suatu perencanaan dalam hal pencegahan dan penanggulangan permasalahan lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah sumber dari segala sumber kehidupan manusia. Sehingga semua lapisan mempunyai daya tarik kuat yang saling tarik menarik dalam pembentukan suatu lingkungan hijau. Peran strategis tersebut terlihat dengan adanya kekuatan memaksa yang diberikan oleh pemerintah untuk seluruh lapisan dituangkan dalam suatu bentuk perundang-undangan. Masyarakat yang terdiri dari beberapa lapisan ini pun memiliki peran yang krusial dimana kesadaran dari masyarakat dalam pengembangan lingkungan hidup.
Permasalahan dalam lingkungan hidup begitu kompleks salah satunya yaitu mengenai penerapan AMDAL ( analisis mengenai dampak lingkungan)adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan[1] yang mana analisis dampak lingkungan ini merupakan suatu hal yang diciptakan untuk  memperhatikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. AMDAL ( analisis mengenai dampak lingkungan) ini ditujukan sebagai suatu pembangunan berkelanjutan sehingga diharapkan dengan adanya analisis mengenai dampak lingkungan ini dapat berguna bagi pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan segala aspek lingkungan untuk masa depan. Sehingga AMDAL ( analisis mengenai dampak lingkungan) merupakan suatu bentuk kegiatan yang strategis dalam hal pembangunan berwawasan lingkungan. Namun dalam perkembangannya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ini tidak berjalan sesuai dengan tujuan awal pembuatannya. Dimana banyak lubang permasalahan yang menimbulkan tidak adanya perhatian terhadap lingkungan hijau. Banyak pembangunan yang tidak memperhatikan bahkan tidak memenuhi kualifikasi analisis mengenai dampak lingkungan. Setelah adanya pembangunan itu permasalahan yang kerap terjadi yaitu tidak adanya ruang terbuka hijau dan resapan air. Apabila AMDAL ini dapat berjalan seharusnya tidak ada permasalah yang timbul. ini menandakan bahwa AMDAL hanya dijadikan sebagai suatu pemenuhan yuridis formil.
Beberapa permasalah yang timbul salah satunya yaitu pengurangan RTH ( Ruang Terbuka Hijau)  di wilayah Aceh yang seharusnya 68 % menjadi 52 % penurunan ini di ikut sertakan dengan permasalahan pengurangan hutan di wilayah aceh yang akan dijadikan sebagai perkebunan kelapa sawit, pembangunan infrastruktur, serta pertambangan. [2] Yang mana perkebunan sawit ini tidak lah tergolong baik karena mengurangi heterogenitas dari 3,7 Juta Ha menjadi 1,8 Juta Ha. Dengan adanya permasalahan ini memperlihatkan bentuk konkrit pemerintah namun apa daya tidak adanya bentuk perlawanan dari pemerintah terhadap hal ini . padahal ini sangat mempengaruhi ekosistem setempat yang sebelumnya memberikan ekosistem itu memberikan pelayanan air bersih. Selain itu bentuk masalah lain yang terkait dengan ini yaitu adanya rencana pembangunan pembangunan Mall, Kondominium, Restoran di Hutan Babakan Siliwangi.Dimana memperlihatkan adanya suatu ketidak konsistensi dari pemerintah kota akan hal dalam menjaga hutan babakan yang pernah dideklarasian tahun lalu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengakui keberadaan hutan di tengah kota tersebut, sebagai satu-satunya hutan yang ada saat ini. Keberadaannya saat ini merupakan oksigen bagi kota Bandung.[3] Namun pada kenyataannya PT EGI selaku developer telah mengadakan konferensi pers bahwa mereka telah mendapat kan izin mendirikan bangunan dan akan merealisasikan rencana pembangunan restoran di Babakan Siliwangi.[4] Dengan demikian menunjukkan tidak adanya konsistensi pemerintah dalam hal menjaga lingkungan hidup daerah tersebut. Masalah-masalah diatas menunjukkan masih kurang nya tingkat kesadaran dan pemahaman pelaksanaan PP No. 27 Tahun 2012 ini karena kepentingan tertentu dapat mengalahkan kepentingan umum.
Hal ini lah yang akan memperlihatkan kemampuan dari PP No. 27 Tahun 2012 ini dalam menyikapi segala permasalahan AMDAL yang menajadikannya sebagai suatu permasalahan yang krusial yaitu dimana tidak adanya suatu law enforcement yang dapat mengikat para pengusaha dalam melakukan suatu pembangunan. Sehingga dalam perkembangannya konkritisasi dalam AMDAL ini tidak terpenuhi segala parameternya karena pengaruh kepentingan yang sangat kuat didalamnya. Banyak ruang yang dapat ditembus oleh para pengusaha untuk mempermudah langkah mereka dalam melakukan pembangunan. Mereka melakukan percepatan kebijakan dengan para birokrat dalam hal pemenuhan kualifikasi AMDAL. Maka terciptanya “ Jalan pintas” dalam penerbitan perizinan yang mengutamakan kepentingan pribadi . pihak pemerintah pun terkadang terpengaruh dengan adanya jalan pintas yang disebut dengan “Percepatan Kebijakan”. [5]
AMDAL yang diatur secara teknis didalam Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2012 ini tidak memeliki suatu kekuatan pemidanaan yang mampu memberikan dorongan pertanggung jawaban si pengusaha yang tidak memenuhi syarat kualifikasinya. Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2012 sebagai suatu peraturan yang sifatnya sekuder seharusnya mampu membentuk suatu norma hukum yang berisikan tata cara penanggulangan apabila norma primer yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 1999 tidak ditaati. Maka pihak yang dapat berperan aktif dalam penyelelarasan perundang-undangan dengan konkritisasinya adalah peran penegak hukum dalam hal ini yang mampu membuat suatu peraturan perundang-undangan dalam hal ini peraturan pemerintah sebagai suatu peraturan sekunder yang mengatur secara teknis dan/atau dalam menjalankan Undang-undang No. 32 Tahun 1999. Yang mana materi muatannya sesuai dengan sifat dan hakikatnya dari suatu Peraturan Pemerintahan yang merupakan peraturan delegasi dari Undang-Undang atau peraturan yang melaksanakan suatu Undang-Undang, maka materi muatan Peraturan Pemerintah adalah seluruh materi mautan Undang-undang dalam hal ini Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup tetapi sebatas yang dilimpahkan artinya sebatas yang perlu dijalankan atau yang diselenggarakan lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah. Namun apa yang dilimpahkan ini tidak boleh bertentangan dengan apa yang di atur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.[6] Serta sebagai pengawas dalam terlaksananya hal ini dapat dilakukan oleh masyarakat dalam hal ini kelompok atau perkumpulan serta mahasiswa.


[1]Pasal 1 butir 11 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
[2]http://sains.kompas.com diakses pada 31 Mei 2013 pukul 9:52
[3]http://www.merdeka.com diakses pada 1 Juni 2013 pukul 22:02
[4]http://savebabakansiliwangi.wordpress.com/ diakses pada 1 Juni 2013 pukul 22:41
[6] Farida, Maria.Ilmu Perundang-Undangan Jenis, Fungsi,dan Materi Muatan. Yogyakarta.: Kanisius, 2007,hal 249

Komentar

Postingan Populer