Pelindungan Anak Sebagai Generasi Harapan Bangsa
Anak
merupakan generasi yang akan meneruskan perjuangan bangsa di masa depan. Mereka
adalah asset bangsa. Mereka yang akan menggantikan kita dikala tua dan membuat
harum Indonesia. Entah mengapa pada saat ini tak ada yang menyadari hal
tersebut. Mungkin mereka sadar tapi tak mau tau. Mungkin mereka paham tapi
mereka tak mau bertindak lebih. Mellihat senyum, tawa, riang seorang anak
menunjukkan betapa indahnya Indonesia ditangan mereka. Lihatlah apa yang
terjadi sekarang. Tawa riang-gembira itu hilang. Sadarilah hilangnya tawa riang
itu membuat gelap masa depannya , masa depan Indonesia. Anak adalah tumpuan
bangsa ini sebagai generasi harapan bangsa. Anak adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari keberlangsungn hidup manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa
dan Negara. Mereka bukan saja kelompok usia yang strategik, tetapi lebih dari
itu, kelompok usia yang kritis di mana nasib manusia dan komunitasnya (termasuk
Bangsa dan Negara) secara absolut tergantung dari kualitas mereka. Keberadaan
anak sebagai salah satu unsur dari masyarakat kelak mempunyai peran yang cukup
penting dalam berinteraksi dan perlu dalam menata kehidupannya. Dalam kehidupan
manusia sebagai makhluk bermasyarakat eksistensi anak, merupakan bagian dari
masyarakat yang mempunyai posisi yang sangat rentan dari berbagai kondisi yang
tidak berdaya, dan masih tergantung pada orang lain.[1]
Apa
yang terlihat sekarang ini mereka tidak lagi mendapatkan apa yang seharusnya
mereka dapatkan untuk menunjang perkembangannya menjadi generasi penerus. Banyak
hak-hak anak yang tidak lagi dipenuhi. Hampir sebagian dari mereka tidak lagi
merasakan kebahagian sebagai seorang anak. Perlu diingat bukannya hanya
permasalahan politik, social dan ekonomi yang perlu di tekan. Namun permasalahan
pemenuhan hak anak pun perlu di tindak lanjuti. Telah banyak ketentuan yang
mengatur tentang perlindungan anak. Belum ada standar yang
jelas dalam menentukan dalam memberikan perlindungan dan/atau pemenuhan
kesejahteraan anak. Terlebih lagi Kurangnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat (khususnya orang tua dan aparat penegak hukum) dalam memberikan
perlindungan terhadap anak. Selain itu permasalahan selanjutnya berkaitan
dengan budaya, persepsi dan gaya hidup masyarakat sebagai berikut :
- Anak harus mendengar bukan didengar
- Anak harus patuh dan mau diajar/dihajar ?
- Orang tua sibuk: tidak punya banyak waktu untuk mendidik dan mengurus anaknya
- Anak tidak terbiasa hidup mandiri
- Pengabdian pada orang tua
- Budaya patriarki: anak laki-laki prioritas. [2]
Banyak
instrumen yang mengatur tentang hak anak baik secara nasional maupun
internasional sebagai berikut :
Nasional
:
- PASAL 28 AMANDEMEN IV KONSTITUSI (UUD 1945)
- UU NO. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
- UU No. 1 Tahun 1981 Tentang KUHAP
- UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
- UU NO. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
- UU NO. 39 TAHUN 1999 Tentang HAM
- UU NO. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
- UU No. 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (Keppres No. 12/2001 dan Keppres No. 59/2002)
- UU No. 20/1999 Tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 Mengenai Batas Usia Minimum untuk Bekerja
- UU NO. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
- UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
- UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- UU No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Internasional
:
•
Deklarasi Umum
tentang Hak Asasi
Manusia (DUHAM - Universal
Declaration of Human Rights)
•
Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR - International
Covenant on Civil and Political Rights)
•
Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESRC/ECOSOC -
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights)
•
DEKLARASI
Jenewa Tentang HAK-HAK ANAK Tahun 1959
•
KONVENSI PBB
Tentang HAK ANAK Tahun 1989 (CRC–Convention on The Rights of The
Child). Pasal 6 – 41 dan protokol tambahannya
•
PERATURAN
STANDAR PBB untuk ADMINISTRASI PERADILAN ANAK
(Beijing Rules), Rule
No. 7.
Terdapat
beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hak anak. Pemerintah:
menetapkan UU yang diperlukan serta menegakkan UU yang telah ada. Lembaga & LSM Nasional: Komnas PA, YKAI,
Sayap Ibu, Prayuana dsb telah berusaha melakukan perjuangan terhadap hak-hak
anak dan terus mendorong pemerintah untuk meningkatkan kualitas hak anak. Lembaga
Internasional: PBB (ILO-IPEC, Unicef, UNHCR, Unesco, WHO, Save The Children,
dsb) melakukan penelitian, pemantauan dan pemberian bantuan.
Untuk
dapat mengurangi bentuk-bentuk pelanggaran hak anak diharapakan adanya peran
dari berbagai pihak. Terutama keluarga sebagai unit terkecil yang mampu
menanamkan nilai moral yang sangat mempengaruhi psikis anak, memberikan
perhatian lebih sesuai dengan perkembangan anak. Peran penting dari anak itu
sendiri juga menjadi kunci untuk mengurangi adanya pelanggaran hak. Dimana meraka
dapat lebih terbuka kepada orang tua mereka. Selanjutnya peran para super power untuk mampu memberikan
penegakkan supremasi hukum untuk para anak yang telah dilanggar hak-haknya. Kemudian
memberikan bantuan dan perhatian bagi anak-anak yang terlantar. Banyak hal yang
perlu dibenahi oleh pemerintah untuk dapat benar-benar memperhatikan
keberlangsungan hidup para penerus bangsa.
[1] http://www.ham.go.id/modul.php?md=mod_artikel&data=259440&modnews=32&mnow=0
diakses pada 20 Juni 2013 pukul 13:29
[2] Fachri
Bey, Materi perkuliahan Hukum Perlindungan Anak. 2013
Komentar
Posting Komentar